Blogger Widgets Spirit Ramadhan Indonesia: Juli 2012

Berbagi Petunjuk Menuju Jalan Kemenangan


Pertumbuhan Ekonomi di Penghujung Ramadhan

Dua hari jelang Lebaran, harga bandeng di Gresik naik berlipat-lipat. Satu kilogram bandeng bisa dijual sedikitnya Rp 50.000-Rp150.000 dari normalnya Rp 25.000 per kg. Bahkan bandeng yang dilelang satu ekor saja bisa mencapai belasan juta rupiah.

Tradisi tahunan Pasar Raya dan Lelang Bandeng itu menjadi magnet dan penggerak ekonomi, sekaligus pertaruhan gengsi atau prestise. Masyarakat Gresik rela membeli bandeng dengan harga mahal untuk disajikan kepada tamu di saat Lebaran. Makin besar dan mahal bandeng, menunjukkan makin tinggi prestisenya.

Masyarakat umum bisa belanja dan menikmati bandeng-bandeng dengan harga lebih terjangkau yang dijual di arena Pasar Raya Bandeng. Selain bandeng, aneka kebutuhan mulai pakaian, mainan, suvenir, aksesoris, hiasan rumah, hingga kebutuhan Lebaran pun tersedia. Jalan HOS Cokroaminoto, KH, Kholil, Jalan Akim Kayat, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Raden Santri dan Jalan Samanhudi disulap menjadi pasar dadakan yang bisa dinikmati warga. Mulai harga obral hingga harga mahal pun tersedia.

Tahun ini Pasar Raya Bandeng bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia Jumat (17/8/2012). Malamnya warga bisa menyaksikan Lelang Bandeng, di Wahana Ekspresi Pusponegoro yang ada di Jalan Jaksa Agung Suprapto. Biasanya Lelang digelar di sekitar Ramayana Jalan Gubernur Suryo.  

Menurut Mahfud (48), warga Sidayu, sejak Jumat pagi hingga sekitar pukul 14.30 bandengnya sudah laku 100 ekor. Harganya pada kisaran Rp 85.000 per kilogram. Tetapi kadang pembeli langsung menawar satu ekor setelah ditimbang lebih dulu. "Tadi yang empat kilogram laku tujuh ratus ribu," katanya.

Kebanyakan yang dicari adalah bandeng dengan berat lebih dari 3 kg. Mahfud sendiri sudah mengikuti Pasar Raya Bandeng sejak 1987 saat ia masih anak-anak. Menurut dia, antusiasme masyarakat terhadap Pasar Raya dan Lelang Bandeng tidak semeriah dulu. Kalau dulu benar-benar jadi ajang bertaruh gengsi. "Karena semakin mahal bandeng semakin menunjukkan kelas sosial," tuturnya.

Jika dilihat dari sisi bandeng yang dibeli masyarakat secara personal, omset seorang pedagang bandeng bisa mencapai Rp 5 juta-Rp 10 juta. Menurut Panitia, Yuyun Wahyudi, ada 100 stan pedagang bandeng dan 700 stan barang lainnya yang ikut berjualan di arena Pasar Raya Bandeng.

Terjadi Pergeseran
Nilai transaksi dari bandeng yang dilelang pun bisa mencapai puluhan juta rupiah. Hasilnya digunakan untuk dana sosial, yang diserahkan kepada lembaga atau yayasan yang membutuhkan. Bandeng yang dilelang merupakan bandeng kawak dengan ukuran jumbo 6 -15 kg per ekor di atas ukuran bandeng normal antara 4-5 ekor per kg.

Ketua Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mataseger) Kris Aji menuturkan, saat ini ada persegeran dalam tradisi Lelang Bandeng. Tradisi itu berawal dari kebiasaan masyarakat Gresik yang memiliki kepercayaan bandeng melambangkan prestise seseorang di tengah masyarakat. Semakin besar bandeng semakin tinggri prestisenya.

Cikal bakal munculnya Pasar Bandeng dan Lelang berawal sejak era Sunan Giri. Saat itu banyak santri dari luar Gresik dan luar pulau butuh oleh-oleh untuk dibawa pulang. Itu diawali dengan malam Selawean (malam 25 Ramadhan) yang menjadi semacam Pasar Malam.

Sejak dulu, Gresik sudah dikenal dengan hasil tambaknya. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Gresik menyebutkan, areal tambak seluas 28.000 hektar sekitar 46 persen dari total tambak di Jawa Timur. Produksi bandeng di Gresik mencapai 23.200 ton per tahun. Potensi ikan yang bagus itu mendorong munculnya Pasar Raya dan Lelang Bandeng.

Ketika itu jelang akhir Ramadhan, pada era Sunan Giri, santri-santri ingin membawa bandeng sebagai oleh-oleh untuk pulang. Momentum itulah yang dimanfaatkan petambak di Gresik, baik di Kelurahan Lumpur Gresik, di wilayah Manyar, maupun Mengare Bungah menyediakan bandeng. Dari foto-foto lama terlihat, dulunya yang dijual khusus bandeng sebagai oleh-oleh khas Gresik. "Lambat laun yang dijual beragam dan penjualnya pun banyak dari luar Gresik," tutur Kris. 

Pada awalnya, pedagang pun masih dari Gresik termasuk pembuat kerajinan seperti sarung, kopiah, sandal kulit. Bahkan saat itu terjadi sistem barter. Misalnya pedagang sandal menukar dengan kopiah, pedagang sarung menukarnya dengan perhiasan . "Kini yang memanfaatkan momentum ini justru banyak perajin atau pedagang dari luar Gresik," ujar Kris.

Awalnya Dikelola Petambak Kini Pemerintah
Menurut Kris, bukan hanya Pasar Raya Bandeng yang bergeser secara ekonomi maupun budaya. Lelang bandeng juga demikian. Pada zaman pendudukan Belanda di era pemerintahan Adipati Pusponegoro sekitar tahun 1800-an, petambak yang berjualan bandeng berlomba-lomba menunjukkan bandengnya yang paling besar.

Saat itu bandeng terbesar dilelang dan dikelola sendiri oleh petambak. Oleh karena itulah petambak berlomba-lomba memelihara bandeng kawak, dan setiap tahun bandeng yang paling besar berasal dari petambak yang berbeda, bisa dari Mengare, dari Manyar, atau Lumpur.
Sejak pasca kemerdekaan Lelang Bandeng mulai dikelola pemerintah. Hanya saja kini proses pelelangan tidak jarang bernuansa politis atau bisnis. Pemenangnya bisa saja pengusaha yang nantinya mendapatkan prioritas dalam proyek, atau pejabat dan politisi yang berkepentingan menaikkan pencitraan. "Kalau dulu murni pemenangnya ya masyarakat karena betul-betul jadi ajang adu prestise," ujar Kris.

Tetapi , dia menilai tradisi itu masih bertahan hingga kini sudah sangat bagus dan patut disyukuri . Paling tidak dalam menggerakkan geliat ekonomi masyarakat, terutama pedagang, juga petambak.
Ajang Pasar Raya dan Lelang Bandeng menjadi sarana promosi wisata budaya. Bahkan petambak pun dirangsang dengan hadiah umrah dan sepeda motor bagi yang bandengnya paling besar dan dilelang sebagai bandeng maskot.

Dalam proses lelang selain dilelang dua bandeng maskot, juga dilelang 10 bandeng dengan sistem cash and carry . Sementara masyarakat juga bisa menikmati bandeng ukuran sekitar 5 kilogram dalam paket hiburan bila bisa menjawab pertanyaan panitia lelang.

Kepala Bagian Humas Kabupaten Gresik, Andhy Hendro Widjaya menyebutkan tahun ini lelang bandeng maskot dan bandeng cash and carry diperuntukkan bagi pejabat dan pengusaha. Selain itu ada lelang bandeng untuk rakyat dengan 150 paket masing-masing berisi bandeng ukuran 3 kg. Setiap paket dilempar dengan harga Rp 50.000. Tujuannya masyarakat biasa pun bisa menikmati bandeng besar. Kali ini juga digelar festival bandeng olahan, ujarnya.

Bandeng dikenal milk fish (Inggris) dalam bahasa latin Chanos chanos masuk familia Chanidae bisa diolah menjadi otak-otak, bandeng asap, bandeng presto. Bahkan Abdul Hakim warga Leran Kecamatan Manyar telah mengolah duri bandeng menjadi abon. Sedangkan bandeng juga bisa diolah dengan dibakar dengan dilumuri lumpur yang dike nal dengan bandeng blothong. Ada juga yang mengolah menjadi asem-asem atau kelo kuning bandeng.  

Mengonsumsi bandeng bermanfaat bagi kesehatan karena bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu perkembangan otak. Dari sisi kandungan gizi dan nutrisi, setiap 100 gram bandeng mengandung protein 20 gram, lemak 4,8 gram, Kalsium 20 miligram, besi 2 mg, fosfor 150 mg, dan energi sebesar 129 kilokalori. Selain itu bandeng juga mengandung Vitamin B1 dan Vitamin A, dan asam lemak Omega3.  

Terlepas dari itu semua, tradisi rut in tahunan Pasar Raya dan Lelang Bandeng di Gresik membangkitkan gairah ekonomi tidak saja bagi petambak, pedagang, tetapi juga pemuda-pemuda yang membuka jasa parkir bagi pengunjung. Sejumlah perusahaan operator selulur, perbankan, rokok, biro jasa juga memanfaatkan momentum itu untuk berpromosi.

Kegiatan itu menjelma bukan saja untuk meneruskan tradisi ratusan tahun, tetapi menjadi tempat perputaran uang. Ada geliat ekonomi, ada unsur hiburan hingga potensi wisata. Geliat di penghujung Ramadhan, geliat jelang Lebaran.*
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...